Pekik Sumpah Pemuda bergema di Lapangan Merdeka Medan pada peringatan ke-81 Sumpah Pemuda 28 Oktober 2009 di tingkat Provinsi Sumatera Utara. Di antara para pemuda yang berbaris rapi itu, sejumlah pemuda mengenakan busana daerah membacakan teks sumpah pemuda dengan pimpinan upacara Gubernur H Syamsul Arifin.
Peringatan Sumpah Pemuda seperti ini tidak hanya digelar di Sumatera Utara tapi juga di daerah-daerah di Indonesia lainnya sebagai peristiwa nasional yang dianggap sebagai salah satu tonggak sejarah yang sangat penting di Indonesia yang dirancang untuk mengingatkan 'jasa besar' pemuda-pemudi Indonesia dimasa lalu.
Namun di kalangan pelajar maupun mahasiswa, makna Sumpah Pemuda itu kini dinilai sudah mulai meluntur.Pemuda zaman sekarang sangat jarang sekali bergotong royong untuk kepentingan bersama, malah ada di antara mereka berjalan sendiri- sendiri untuk mencapai tujuannya masing-masing.
Ungkapan miris ini dinyatakan Gubernur Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Al Amin kepada Global, Jumat (30/10). Menurutnya, saat ini banyak pemuda terkesan tidak pedulian dan mementingkan dirinya sendiri.
"Kondisi seperti itu dinilainya sangat terasa terutama di kota-kota besar yang di antara pemuda-pemudi sudah tidak ada semangat kebersamaan. Mungkin karna faktor pendidikan zaman sekarang umumnya penerapan solidaritasnya menjadi berkurang," ujar Amin.
Karena itu Amin menilai, untuk mengingat sejarah dan mengenang 'jasa besar' pemuda-pemudi dari berbagai daerah di Indonesia di masa lalu yang bersatu mengusir kaum penjajah, maka perlu ditanamkan pelajaran sejarah itu sejak pendidikan di usia dini, hingga ke tingkat pendidikan tinggi. Dengan demikian kaum pemuda itu akan menyadari makna kebersamaan meskipun dari berbeda suku, agama maupun ras.
Hal senada juga dikatakan Neli, mahasiswi Fakultas Kedokteran USU. Bagi mahasiswi etnik Tionghoa ini, makna sumpah pemuda itu kini tidak bergaung lagi.
Salah satu yang diterapkan Neli dalam kehidupannya sebagai warna negara Indonesia, meski dia berasal dari etnik Tionghoa, tapi dia sangat jarang sekali berbicara dengan sesamanya dalam bahasa "Ibu" jika sedang tidak berada di lingkungannya. Jadi tidak heran kalau Neli mengaku teman-temanya kuliah maupun di sekitarnya lumayan banyak.
"Memang masih ada pemuda peduli dengan lingkungan di sekitarnya, namun itu masih sangat kecil jumlahnya dibandingkan pemuda yang lebih banyak kesan cueknya," ucap alumni SMA Sutomo 1 Medan ini.
Bagi Neli, sumpah pemuda itu hendaknya bisa lebih dimaknai lagi jika ditumbuhkan akan kecintaan kepada bangsa ini melalui pelajaran di sekolah terhadap perjuangan dan pengorbanan para pemuda pada masa lalu.
Selain itu Neli juga berharap ke depan pemerintah agar tidak membeda-bedakan pemuda dari etnik, agama dan golongannya. Sebab semua pemuda di Indonesia ini sama-sama memiliki hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Sedangkan Tika Armayani, siswi SMKN 5 Medan mengaku mengetahui adanya peringatan sumpah pemuda, namun dia tidak tahu makna sumpah pemuda dalam kehidupannya.
Sebagai pelajar, Tika sadar pada isi sumpah pemuda itu mencakup tentang berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. Namun kenyataannya sumpah pemuda tersebut sekarang tidak nyata lagi. Salah satu bukti, tidak jarang ada kejadian yang memerlukan tindakan gotong royong, tapi tidak teralisasi dalam pelaksanaannya.
Pengamat sosial Prof Zulkarnain Lubis mengatakan, isi dari sumpah pemuda itu masih tetap relevan sampai dengan sekarang dan masa yang akan datangsebagai pengrajut dan pemersatu bangsa ini. Karena itu nilai-nilai yang terkandung dalam sumpah pemuda harus tetap dilestarikan dan dipertahankan serta diteruskan kepada generasi muda dan generasi mendatang.
Mantan Rektor UMA ini mengaku, belakangan ini pemersatu bangsa mulai mengancam dan dikhawatirkan merusak sendi-sendi kehidupan persatuan dan kesatuan, bahkan masalah agama selalu dipertentangkan.
"Memang agama itu suatu yang sakral, tapi itu urusan pribadi. Jadi jika kita terus mempertentangkan agama, saya rasa kita tidak akan aman. Karena itu berikan kebebasan orang untk menjalankan agamanya demikian juga dengan perbedaan etnik.
Salah satu bentuk mulai lunturnya nilai-nilai sumpah pemuda itu, kata Zulkarnain adalah pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah ataupun pemilu.
"Bukan tidak mungkin pilkada itu dikhawatirkan menimbulkan perpecahan antar berbagai etnik. Sebab dalam pelaksanaannya selalu membawa-bawa etnis dan agama untuk mendapatkan dukungan.
Zulkarnain menyebutkan, sebentar lagi pemilihan Walikota Medan akan dilaksanakan. Pada situasi seperti ini dia menilai banyak yang melanggar dari nilai-nilai terkandung dalam sumpah pemuda itu karena selalu membawa-bawa etnis dan agama.
"Itu selalu yang dibesar-besarkan masyarakat dalam indikator memilih orang. Padahal semangat sumpah pemuda tidak mengenal itu. Sebab apapun agama dan etniknya tidak menjadi pertimbangan utama untuk memilih kepala daerah atau jabatan apapun. Hal ini bahaya juga untuk ke depan," ucap Zulkarnain.
Demikian juga dengan penggunaan bahasa asing. Masih ada di masyarakat ini yang berbicara di tempat-tempat formal menggunakan bahasa asing, karena ingin disebut elite, sehingga bahasa Indonesia dihapus.
"Saya tidak apriori terhadap bahasa asing, malah kita harus mampu mengasai bahasa asing tersebut. Tapi jika penggunaannya tidak pada tempatnya karena ingin merasa 'gagah-gagahan', maka hal ini dikhawatirkan menimbulkan bahaya juga untuk ke depan," ucap Zulkarnain.
Zulkarnain menilai, penghargaan terhadap bahasa Indonesia masih kurang. Misalnya saja, banyak kata-kata asing yang seakan sudah menjadi baku di negara ini, di antaranya kata laundry, supermarket dan lainnya lagi.
"Ke depan hal itu harus kita pikirkan ulang bagaimana mengatasinya. Melalui sumpah pemuda, mari kita kembali menghayati,merenungkan betapa luhurnya hal-hal yang terkandung dalam sumpah pemuda tersebut," katanya.
Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Percut Sei Tuan, peringatan sumpah pemuda bukan saja diperingati, tapi disertai juga dengan dirangkai dengan kegiatan kreativitas pemuda.
"Untuk memperingati hari sumpah pemuda itu, kami menggelar lomba keterampilan siswa dengan melibatkan 244 siswa se-kabupaten Deliserdang pada hari ini, Sabtu (31/10)," ujar Kepala SMKN 1 Percut Sei Tuan Drs Jaswar MPd.
Menurutnya, untuk menanamkan makna sumpah pemuda di kalangan para siswa, sekolah mengajarkan sejarah melalui pendidikan kewarganegaraan.
Jaswar menilai, nilai-nilai luhur dari sumpa pemuda itu terlihat nyata di sekolahnya. Terbukti, sampai saat ini tidak pernah ada perbedaan antarsiswa dari berbagai etnik maupun agama. Hal ini telah diterapkan sejak mulai masuk sekolah pada masa orientasi sekolah (MOS) dengan menanamkan nilai-nilai seni dan budaya serta bahasa.
"Bahkan siswa di SMK ini yang dominan kaum pria juga diajarkan kebudayaan daerah dengan mengajari tarian-tarian daerah dari Indonesia," kata Jaswar.
Untuk itu makna dari sumpah pemuda itu perlu terus ditanamkan kepada para siswa sebagai generasi penerus bangsa. Jaswar juga berharap melalui sumpah pemuda diharapkan dapat meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan antarsesama siswa maupun guru.
sumber : http://www.harian-global.com/
Jumat, 29 Oktober 2010
Wapres Minta pemuda kenang Sumpah Pemuda
Solo (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres), Boediono, meminta kaum pemuda mengenang dan merenungkan kembali kembali tekat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Apabila tekat bersama yang telah disampaikan pada 82 tahun lalu itu sampai hilang maka bangsa ini akan bercerai-berai, kata Wapres Boediono dalam dialog dengan perwakilan pelajar SMK Negeri 2 Surakarta dan pelajar SMK, SMA dan MA se Kota Surakarta, diaula SMK Negeri 2 Solo, Kamis.
"Bangsa Indonesia dulu tidak ada dan ada setelah terbentuk adanya kesepakatan bersama maka ini jangan sampai dilupakan. Suatu bangsa yang tidak mempunyai kesepakatan akan melayang-layang," katanya.
Salah satu inti Sumpah Pemuda, menurut Wapres, "Semangat dalam keluarga untuk perbedaan itu tetap ada, tetapi juga harus diselesaikan dalam keluarga bukan saling mematikan."
Untuk anak-anak sekarang, dinilai Wapresm juga harus mempunyai tanggungjawab tidak hanya lulus sekolah mencari pekerjaan berumah tangga dan seterusnya itu merupakan hal rutin, tetapi juga harus siap menerima estafet kepemimpinan dan generasi tua juga harus siap menyerahkan tongkat estapet itu.
Wapres dalam dialog dengan para pelajar tersebut juga mengatakan untuk SMK kejuruan salah satu jalur yang penting untuk mengejar prestasi kejuruannya, untuk itu diminta tetap mempertahankan relevansinya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh, dalam acara itu mengatakan sekolah apapun agar bisa maju harus belajar termasuk para gurunya. Untuk itu apabila mendirikan SMK juga harus lengkap dengan laboratorium dan lain-lain.
"Jangan mendirikan SMK dengan jurusan informatika, tetapi dalam korikulumnya yang dipelajari sejarah informatika ini namanya lucu," katanya.
Wapres dalam kunjungannya tersebut juga didampingi Ibu Herawati Boediono. Dalam acara tersebut Mendinas Mohammad Nuh memberikan bantuan pendidikan untuk Jawa Tengah sebesar Rp18 miliar, Menteri Agama Suryadharma Ali juga memberikan bantuan untuk biasa siswa anak miskin yang sekolah di MA sebesar Rp1,5 miliar lebih.
Bersamaan acara tersebut juga diserahkan bantuan pendidikan dari Bank Mandiri sbesar Rp250 juta untuk SMK Negeri 2 Solo, SMK Negeri 5 Solo, SMK Negeri 7 Solo, SMK Negeri 8 Solo dan SMK Warga Solo, untuk Bank BRI juga berikan batuan sebesar Rp250 juta untuk SMK Negeri 2 Solo, SMA Negeri 2 Solo, SMA Regina Pacis Solo, SMA Batik 2 Solo dan MAN 1 Solo, untuk Bank BNI Berikan bantuan Rp250 juta SMA Negeri 4 Solo, SMK Ngeri 4 Solo, SMK Negeri 9 Solo, SMA Al Islam 1 Solo dan SMK Muhammadiyah 3 Solo.
(ANT/P003)
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1288245522/wapres-minta-pemuda-kenang-sumpah-pemuda
Apabila tekat bersama yang telah disampaikan pada 82 tahun lalu itu sampai hilang maka bangsa ini akan bercerai-berai, kata Wapres Boediono dalam dialog dengan perwakilan pelajar SMK Negeri 2 Surakarta dan pelajar SMK, SMA dan MA se Kota Surakarta, diaula SMK Negeri 2 Solo, Kamis.
"Bangsa Indonesia dulu tidak ada dan ada setelah terbentuk adanya kesepakatan bersama maka ini jangan sampai dilupakan. Suatu bangsa yang tidak mempunyai kesepakatan akan melayang-layang," katanya.
Salah satu inti Sumpah Pemuda, menurut Wapres, "Semangat dalam keluarga untuk perbedaan itu tetap ada, tetapi juga harus diselesaikan dalam keluarga bukan saling mematikan."
Untuk anak-anak sekarang, dinilai Wapresm juga harus mempunyai tanggungjawab tidak hanya lulus sekolah mencari pekerjaan berumah tangga dan seterusnya itu merupakan hal rutin, tetapi juga harus siap menerima estafet kepemimpinan dan generasi tua juga harus siap menyerahkan tongkat estapet itu.
Wapres dalam dialog dengan para pelajar tersebut juga mengatakan untuk SMK kejuruan salah satu jalur yang penting untuk mengejar prestasi kejuruannya, untuk itu diminta tetap mempertahankan relevansinya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Mohammad Nuh, dalam acara itu mengatakan sekolah apapun agar bisa maju harus belajar termasuk para gurunya. Untuk itu apabila mendirikan SMK juga harus lengkap dengan laboratorium dan lain-lain.
"Jangan mendirikan SMK dengan jurusan informatika, tetapi dalam korikulumnya yang dipelajari sejarah informatika ini namanya lucu," katanya.
Wapres dalam kunjungannya tersebut juga didampingi Ibu Herawati Boediono. Dalam acara tersebut Mendinas Mohammad Nuh memberikan bantuan pendidikan untuk Jawa Tengah sebesar Rp18 miliar, Menteri Agama Suryadharma Ali juga memberikan bantuan untuk biasa siswa anak miskin yang sekolah di MA sebesar Rp1,5 miliar lebih.
Bersamaan acara tersebut juga diserahkan bantuan pendidikan dari Bank Mandiri sbesar Rp250 juta untuk SMK Negeri 2 Solo, SMK Negeri 5 Solo, SMK Negeri 7 Solo, SMK Negeri 8 Solo dan SMK Warga Solo, untuk Bank BRI juga berikan batuan sebesar Rp250 juta untuk SMK Negeri 2 Solo, SMA Negeri 2 Solo, SMA Regina Pacis Solo, SMA Batik 2 Solo dan MAN 1 Solo, untuk Bank BNI Berikan bantuan Rp250 juta SMA Negeri 4 Solo, SMK Ngeri 4 Solo, SMK Negeri 9 Solo, SMA Al Islam 1 Solo dan SMK Muhammadiyah 3 Solo.
(ANT/P003)
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1288245522/wapres-minta-pemuda-kenang-sumpah-pemuda
Wisata Pendidikan Indonesia Warnai HUT Sumpah Pemuda
Jakarta (ANTARA News) - Peluncuran perdana Wisata Pendidikan Indonesia (WPI) mewarnai peringatan HUT ke-81 Sumpah Pemuda di Taman Mini Indonesia Indonesia (TMII) Jakarta, Rabu, 28 Oktober 2009, yang merupakan kesatuan dengan kegiatan "Ikrar Bersama Anak Bangsa".
Sekjen Lembaga Perajut Bangsa (ELPEBE) Mustika Ali Sani mengemukakan hal tersebut di Jakarta, Minggu, didampingi Manajer Kegiatan WPI Nawawi Ahmad.
Peluncuran WPI yang diikuti 1000 guru berikut 2000 pelajar SD se-Jabodetabek serta tokoh nasional, pendidikan, agama, dan perwakilan daerah itu akan dibuka Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Prof Suyanto, PhD dan dihadiri Ketua Majelis Penasihat ELPEBE Siswono Yudohusodo dan Direktur Operasi TMII Ade F Meyliala.
Menurut Mustika ALi Sani, peringatan tersebut dimaksudkan, sebagai tindak lanjut masukan ELPEBE kepada segenap komponen bangsa dan pemerintah agar setiap peringatan setelah dibacakan naskah Sumpah Pemuda sebaiknya langsung disambut dengan pembacaan naskah "Ikrar Bersama Anak-Bangsa".
"Prosesi tersebut mengandung makna dan tujuan, bahwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai simpul sejarah persatuan bangsa telah disambut oleh generasi masa kini dengan "Ikrar Bersama Anak Bangsa", katanya.
Ikrar bersama itu, bahwa anak bangsa ang terdiri dari bermacam suku, budaya, keyakinan dan agama, berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke, untuk mewujudkan butir-butir Sumpah pemuda, bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.
Mustika menegaskan, ikrar tersebut merupakan langka awal bangsa menyatukan kembali visi, misi dan pogram aksi bersama, melapangkan ruag gerak persatuan dan kesatuan bangsa serta mempersempit anasir-anasir perongrong persatuan bangsa Indonesia.
Mengenai WPI sendiri, Mustika mengatakan, ELPEBE bekerjasama TMII memberikan kesemapatan kepada SD se-Jabodetabek untuk mengunjungi TMII mulai 29 Oktober 2009 sampai Juni 2010, untuk berwisata dengan metode PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan) sesuai kurikulum pendidikan 2006.
"WPI dimaksudkan, memperkenalkan kawasan dan wawasan nusantara serta meningkatkan mutu pendidikan dasar bagi calon generasi penerus," katanya.
Pada kegiatan WPI, para pelajar dapat melaksanakan kegiatan kesiswaan yang mendukung program remedial dan pengayaan melalui praktik/peragaan berbagai mata pelajaran, termasuk pengenalan bermacam suku dan budaya, keyakinan dan agama, berbagai daerah dan kepulauan serta berekreasi.(*)
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1256465009/wisata-pendidi...-warnai-hut-sumpah-pemuda
Sekjen Lembaga Perajut Bangsa (ELPEBE) Mustika Ali Sani mengemukakan hal tersebut di Jakarta, Minggu, didampingi Manajer Kegiatan WPI Nawawi Ahmad.
Peluncuran WPI yang diikuti 1000 guru berikut 2000 pelajar SD se-Jabodetabek serta tokoh nasional, pendidikan, agama, dan perwakilan daerah itu akan dibuka Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Prof Suyanto, PhD dan dihadiri Ketua Majelis Penasihat ELPEBE Siswono Yudohusodo dan Direktur Operasi TMII Ade F Meyliala.
Menurut Mustika ALi Sani, peringatan tersebut dimaksudkan, sebagai tindak lanjut masukan ELPEBE kepada segenap komponen bangsa dan pemerintah agar setiap peringatan setelah dibacakan naskah Sumpah Pemuda sebaiknya langsung disambut dengan pembacaan naskah "Ikrar Bersama Anak-Bangsa".
"Prosesi tersebut mengandung makna dan tujuan, bahwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai simpul sejarah persatuan bangsa telah disambut oleh generasi masa kini dengan "Ikrar Bersama Anak Bangsa", katanya.
Ikrar bersama itu, bahwa anak bangsa ang terdiri dari bermacam suku, budaya, keyakinan dan agama, berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke, untuk mewujudkan butir-butir Sumpah pemuda, bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.
Mustika menegaskan, ikrar tersebut merupakan langka awal bangsa menyatukan kembali visi, misi dan pogram aksi bersama, melapangkan ruag gerak persatuan dan kesatuan bangsa serta mempersempit anasir-anasir perongrong persatuan bangsa Indonesia.
Mengenai WPI sendiri, Mustika mengatakan, ELPEBE bekerjasama TMII memberikan kesemapatan kepada SD se-Jabodetabek untuk mengunjungi TMII mulai 29 Oktober 2009 sampai Juni 2010, untuk berwisata dengan metode PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan) sesuai kurikulum pendidikan 2006.
"WPI dimaksudkan, memperkenalkan kawasan dan wawasan nusantara serta meningkatkan mutu pendidikan dasar bagi calon generasi penerus," katanya.
Pada kegiatan WPI, para pelajar dapat melaksanakan kegiatan kesiswaan yang mendukung program remedial dan pengayaan melalui praktik/peragaan berbagai mata pelajaran, termasuk pengenalan bermacam suku dan budaya, keyakinan dan agama, berbagai daerah dan kepulauan serta berekreasi.(*)
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1256465009/wisata-pendidi...-warnai-hut-sumpah-pemuda
Sumpah Pemuda : Pemuda Harus Tanggap
Menurut Boediono,”Indonesia berada di lokasi kawasan rawan bencana…pertama di pertemuan dua sabuk pegunungan berapi di dunia dan kedua berada di pertemuan 2 lempeng benua yang berakibat pada munculnya bencana alam seperti gunung berapi dan gempa bumi. kita tahuitu. Kita harus waspada bencana...di sinilah peran pemuda dibutuhkan sebagai pelopor tanggap bencana..momen sumpah pemuda sangat relevan dalam kondisi seperti ini. .”, tegas Boediono di hadapan ribuan mahasiswa, pelajar, dan organisasi kepemudaan.
Sementara itu, Menteri pemuda dan olahraga, Andi Malarangeng dalam acara tersebut juga mengungkapkan, “pemuda harus aktif di berbagai bidang, termasuk dalam tanggap bencana alam…karakter pemuda Indonesia seperti inilah yang kita angkat dalam tema perayaan sumpah pemuda ke 82 tahun 2010 ini..”
Pemuda Indonesia adalah calon penerus dan pemimpin bangsa, harus cakap dan tanggap sejak dini.**(Koresponden-Yudha Satriawan_Solo)
sumber : http://www.espira.tv/news/sumpah-pemuda-pemuda-harus-tanggap
Perayaan ke 82, Untuk 28 Oktober
28 Oktober 2010 mungkin bukan hari yang istimewa bagi kebanyakan muda-mudi Indonesia kini. Tidak ada libur nasional atau upacara bendera yang megah untuk merayakan hari ini. Namun hampir satu abad yang lalu, tepatnya 82 tahun yang lalu, sejarah pernah mencatat pertemuan raksasa antara berbagai grup etnis yang mengikrarkan diri di Lapangan Banteng, Jakarta.
Namun semangat perayaan akan gerakan pemuda Indonesia itu tidak semerta-merta dilupakan oleh semua generasi muda Indonesia. Sebagai generasi muda, banyak cara yang dapat kita tempuh untuk menunjukkan kecintaan kita terhadap bangsa.
Salah satu contohnya adalah kegiatan yang dilakukan SMA Negeri 1 Bontang. Sekolah kami mengadakan banyak lomba untuk memeperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-82 untuk menambahkan rasa semangat para pemuda dalam berkompetisi dan bersaing secara sportif. Dimana semua rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengedukasi muda-mudi Indonesia ini tidak dipungut biaya.
Berbagai macam lomba disiapkan, mulai dari lomba yel-yel, mading, poster, paduan suara, pembacann UUD 1945, pengibaran bendera Merah Putih, dan yang terakhir adalah lomba membuat blog yang menyangkut tenang pendidikan dan sumpah pemuda. Rangkaian kegiatan perayaan ini hanyalah salah satu dari berbagai macam kegiatan oleh berbagai komunitas lain atau sekolah yang juga merayakan semangat perjuangan kaum muda Indonesia.
Foto-foto di bawah ini membuktikan bahwa generasi muda indonesia elannutnya memiliki kreatifitas dan semangat yang tinggi untuk berkompetisi dengan globalisasi dunia saat ini.
Tidak akan pernah habis kegiatan untuk mengisi, memperingati, dan tetap menyalakan spirit perjuangan pemuda-pemudi Indonesia.Bahkan jika waktu dan kesibukan menghalangi, jangan khawatir, Museum Sumpah Pemuda siap untuk menawarkan tur edukasi bagi generasi muda sebagai saksi bisu Sumpah Pemuda.
Namun semangat perayaan akan gerakan pemuda Indonesia itu tidak semerta-merta dilupakan oleh semua generasi muda Indonesia. Sebagai generasi muda, banyak cara yang dapat kita tempuh untuk menunjukkan kecintaan kita terhadap bangsa.
Salah satu contohnya adalah kegiatan yang dilakukan SMA Negeri 1 Bontang. Sekolah kami mengadakan banyak lomba untuk memeperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-82 untuk menambahkan rasa semangat para pemuda dalam berkompetisi dan bersaing secara sportif. Dimana semua rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengedukasi muda-mudi Indonesia ini tidak dipungut biaya.
Berbagai macam lomba disiapkan, mulai dari lomba yel-yel, mading, poster, paduan suara, pembacann UUD 1945, pengibaran bendera Merah Putih, dan yang terakhir adalah lomba membuat blog yang menyangkut tenang pendidikan dan sumpah pemuda. Rangkaian kegiatan perayaan ini hanyalah salah satu dari berbagai macam kegiatan oleh berbagai komunitas lain atau sekolah yang juga merayakan semangat perjuangan kaum muda Indonesia.
Foto-foto di bawah ini membuktikan bahwa generasi muda indonesia elannutnya memiliki kreatifitas dan semangat yang tinggi untuk berkompetisi dengan globalisasi dunia saat ini.
Tidak akan pernah habis kegiatan untuk mengisi, memperingati, dan tetap menyalakan spirit perjuangan pemuda-pemudi Indonesia.Bahkan jika waktu dan kesibukan menghalangi, jangan khawatir, Museum Sumpah Pemuda siap untuk menawarkan tur edukasi bagi generasi muda sebagai saksi bisu Sumpah Pemuda.
Semangat Sumpah Pemuda, Jangan Ceremonial Belaka ...!!!
Perlu diakui bahwa Sumpah Pemuda merupakan ikrar para pemuda Indonesia waktu itu yang dapat menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Di samping itu juga telah mampu menyatukan rakyat Indonesia yang tersebar dan tercerai berai akibat politik adu domba yang dilakukan oleh penjajah Belanda pada
waktu itu.
Adanya peringatan hari Sumpah Pemuda diharapkan tidak hanya menjadi
ajang seremonial dan formalitas belaka, namun diharapkan semua rakyat
Indonesia apalagi pemuda sebagai calon pemimpin bangsa di masa yang akan
datang. mau dan mampu merenungkan secara sungguh-sungguh, karena Sumpah
Pemuda merupakan salah satu fondasi sejarah bangsa yang harus dipertahankan dan
dilestarikan.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, banyak hal yang mengusik bahkan mengancam persatuan dan kesatuan nasional, dan cenderung melunturkan semangat nasionalisme.Kendala ancaman tersebut antara lain, adanya sebagian kalangan masyarakat yang menafsirkan semangat demokrasi secara berlebihan, sehingga menganggap di era reformasi ini bebas melakukan apa saja. Di samping itu juga kebijakan otonomi daerah yang dimaksudkan untuk memberdayakan daerah, oleh sebagian kalangan ditafsirkan secara keliru, sehingga menimbulkan semangat kedaerahan yang berlebihan, yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan nasional.
Pemuda sekarang ini sebagai calon pemimpin perlu menyadari bahwa persatuan dan
kesatuan Indonesia bukanlah untuk meniadakan kemajemukan masyarakat, akan tetapi harus didasari dengan adanya kesadaran tetap menghargai pluralisme dan sekaligus menghormati dan memelihara keberagaman yang dimiliki bangsa, dengan kata lain tetap menginginkan adanya Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan adanya kemajemukan masyarakat bukanlah merupakan hambatan atau kendala bagi
penguatan persatuan dan kesatuan bangsa, akan tetapi kemajemukan dan
keanekaragaman ini merupakan potensi dan kekuatan yang dapat memperkaya budaya
bangsa dalam memajukan bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu Sumpah
Pemuda patut rasanya menjadi jiwa yang perlu selalu dikobarkan dalam jiwa setiap
pemuda Indonesia sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan agar persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia selalu dapat dipertahankan. Di samping itu juga semangat Sumpah Pemuda juga dapat memupuk dan menumbuhkan semangat nasionalisme generasi muda yang dewasa ini sudah mulai luntur dengan adanya pengaruh globalisasi.
Mengembangkan kepemimpinan pemuda
Dalam mengembangkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa dibutuhkan
beberapa syarat, antara lain :
1.Menghargai mereka seperti apa adanya.
2.Mempercayai mereka bahwa mereka akan melakukan yang terbaik.
3.Memberikan pujian terhadap keberhasilan mereka.
4.Memberikan tanggung jawab kepada mereka yang dipercaya sebagai pemimpinnya.
Di samping syarat diatas, untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan membina rasa
kepercayaan diri calon pemimpin adalah :
1.Meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesahnya dan memberikan umpan balik
mengenai kinerjanya.
2.Memberikan rasa hormat kepadanya sehingga mereka akan mempunyai rasa percaya diri dengan apa yang akan dilakukannya.
3.Menganggap apa yang dilakukan mereka merupakan hal yang positif dan menerima hal tersebut dengan memberikan umpan balik demi perbaikan dari kegiatan mereka.
4.Melakukan antisipasi terhadap perasaan dan kebutuhan mereka.
Kemudian untuk membentuk calon pemimpin yang berkualitas untuk masa depan, diantaranya :
1.Menjalin hubungan yang harmonis dengan calon pemimpin.
Hubungan pembinaan yang baik dimulai dari hubungan pribadi. Saling berbag cerita mengenai asal usul, impian, dan problema hidup akan menambah kedekatan antara mereka
dengan pembimbingnya.
2.Berbagi impian.
Semua pemimpin yang baik mempunyai impian. Sehingga dengan berbagi impian dengan mereka akan menumbuhkan motivasinya di dalam meraih impiannya tersebut.
3.Meminta komitmen.
Komitmen merupakan suatu dorongan di atas dorongan yang lainnya yang memungkinkan
seorang calon pemimpin menjadi pemimpin yang sukses, karena tanpa komitmen
tidak akan ada keberhasilan.
4.Menetapkan tujuan yang akan dicapai.
Karena tujuan akan membentuk rencana, rencana akan menetapkan tindakan, dan tindakan
inilah yang akan mencapai hasil.
5.Mengkomunikasikan hal-hal yang mendasar.
Agar calon pemimpin menjadi produktif dan puas secara profesional, maka
mereka harus mengetahui apa tanggung jawab mereka yang mendasar.
Dari uraian diatas, maka pemerintah baik pusat maupun daerah perlu memberikan
perhatian yang lebih untuk memberikan peluang terhadap generasi muda dan
menfasilitasi mereka dalam pengembangan jiwa kepemimpinannya. Karena dari tangan
merekalah maju mundurnya bangsa dan negara Indonesia yang akan datang.
Selain itu juga perlu diberikan pembekalan yang cukup bagi mereka, karena tantangan masa depan akan sangat berat karena adanya arus globalisasi yang sangat deras dimana pengaruh asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa tida mempengaruhi generasi muda.
sumber : http://ibnufajar75.blogspot.com/2010/10/semangat-sumpah-pemuda-jangan.html
MEMBANGUN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Indonesia adalah lanskap pelangi. Di sana, terhampar panorama warna-warni dengan beragam kultur etnik, bahasa, agama, bahkan juga ideologi. Ia menyimpan kekayaan atas keberagaman dan keberbedaan. Maka, keindonesiaan sejatinya adalah keberagaman dan keberbedaan itu yang dalam ideologi negara dirumuskan dalam satu kata: kebhinekaan. Keindonesiaan yang menyatukan segala keberagaman dan keberbedaan itu. Jadi, yang dimaksud keindonesiaan adalah sebuah lanskap multikultural. Di sana bersemayam berbagai kultur etnik dengan segala keberagaman dan keberbedaannya.
Di atas segenap kultur etnik itu lahirlah klaim kebudayaan Indonesia. Tentu saja peristiwanya tidak sekali jadi. Segalanya wujud melalui proses panjang dan rumit. Kedatangan bangsa asing adalah bagian penting dari perkembangannya itu. India dengan Hinduisme dan Buddhismenya, mula diterima begitu saja. Tetapi kemudian secara kreatif diolah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kultur Indonesia.
Kedatangan Islam juga diterima dengan mempertahankan corak dan semangat lokalitas (tempatan) yang khas. Jadilah Islam—Indonesia memperlihatkan homogenitas pada keimanan dan panduan yang sama, dan sekaligus kekayaan heterogenitasnya yang sarat dengan warna lokal ketika ia diterjemahkan ke dalam berbagai ritual. Islam yang mewarnai keindonesiaan itu menjadi begitu unik, khas, dan beragam.
Selepas itu, masuk pula Portugis, Cina, Jepang, Persia, dan bangsa-bangsa Barat sambil menawarkan Kristen—Katolik dengan segala cabang-rantingnya. Semua itu juga pada gilirannya ikut mewarnai keindonesiaan. Jadilah kebudayaan Indonesia wujud sebagai produk yang merepresentasikan proses terjadinya akulturasi dan sekaligus inkulturasi yang rumit. Kultur lokal dengan segala etnisitasnya terus dipelihara dan dijaga. Tetapi, saat bersamaan, inklusivitasnya telah membiarkan diri dimasuki berbagai pengaruh luar.
***
Sesungguhnya persoalan keindonesiaan ini sudah selesai ketika para pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 mendeklarasikan Sumpah Pemuda: “bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Sejak itu, bahasa Melayu –sebagai bahasa etnik masyarakat Semenanjung— diangkat menjadi bahasa persatuan dalam semangat politik mendirikan Indonesia.
Selepas peristiwa itu, berbagai puak dengan keanekaragaman kultur dan bahasanya, dipersatukan melalui klaim kesadaran adanya persamaan tanah air (wilayah), persamaan nasib bangsa yang terjajah, dan persamaan menggunakan alat komunikasi antar-etnik (bahasa). Klaim kesadaran keindonesiaan para pemuda itu dalam konteks kebangsaan yang lebih bersifat politis. Dalam lampiran hasil keputusan kongres itu, dinyatakan bahwa dasar persatuan Indonesia itu dilandasi kesamaan semangat “kemauan, sejarah, hukum adat, serta pendidikan dan kepanduan.” Pertanyaannya: di mana kultur etnik hendak ditempatkan, apakah yang dimaksud kemauan, sejarah, dan hukum adat, berada dalam konteks etnisitas, lalu mengapa persoalan kebudayaan (etnik) tidak dijadikan landasan semangat persatuan keindonesiaan?
***
Di situlah pernyataan “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” punya makna penting sebagai alat perekat. Jauh sebelum Sumpah Pemuda, bahasa Melayu telah menjadi lingua franca bagi penduduk di wilayah Nusantara. Jadi, de facto, bahasa Melayu sudah menjadi alat komunikasi antar-etnis, sekaligus juga sebagai sarana untuk saling mengenal keberagaman kultur etnik. Bukankah fungsi bahasa, di antaranya, untuk melakukan adaptasi dan integrasi sosial? Sejak Sumpah Pemuda dicetuskan, sejak itulah terbuka peluang untuk saling memahami berbagai kultur etnik dalam kerangka keindonesiaan.
Dalam perjalanannya, peluang untuk memahami berbagai kultur etnik melalui kesamaan bahasa itu, seperti diabaikan. Sutan Takdir Alisjahbana, misalnya, tiba-tiba saja menyodorkan konsep kebudayaan Indonesia dengan orientasi ke Barat. Ia tak menyinggung kebudayaan etnik dan terperangkap pemikiran dikotomis mengenai kebudayaan tradisional (Indonesia lama) dan modern (Indonesia baru). Dikatakannya, “Tiada sekali-kali termaksud untuk mencela segala yang lama, untuk menyuruh orang melemparkan segala yang tumbuh dalam berabad-abad di lingkungan tanah Indonesia ini. Dalam pusaka turun-temurun itupun pastilah masih banyak tersimpan yang baik-baik yang dapat dipakai untuk perumahan yang baru.… dalam zaman jarak menjadi dekat dan watas menjadi kabur oleh radio, surat kabar, buku, dan mesin terbang ini, Indonesia menjadi sebahagian daripada dunia yang luas… dalam pembangunan kebudayaan Indonesia yang baru, yang akan menjadi sebahagian daripada kebudayaan dunia, Indonesia Muda tiada mungkin menjadi penonton…” (Pujangga Baru, No. 12, Th. I, Juni 1934).
Beberapa artikel Alisjahbana yang lain dalam Polemik Kebudayaan, di satu pihak memberi penyadaran pentingnya orientasi bangsa Indonesia dalam membangun kebudayaan sendiri, di lain pihak memberi penekanan pada pengaruh asing (Barat) yang mesti disikapi dengan menyerap pengaruh itu dan menjadikan kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Oleh karena itu, menurutnya, kebudayaan tradisional mesti ditempatkan sebagai masa lalu. Secara eksplisit dikatakannya: masa lalu sudah mati semati-matinya!
Meski awalnya Alisjahbana menyatakan, bahwa “Dalam pusaka turun-temurun itupun pastilah masih banyak tersimpan yang baik-baik yang dapat dipakai untuk perumahan yang baru,” ia sama sekali tak menyinggung signifikansi kebudayaan daerah (etnik) sebagai bagian dari usaha membangun kebudayaan Indonesia. Bagi Alisjahbana, kebudayaan etnik pun sekadar kisah masa lalu. Bahwa pandangan itu menafikan keberadaan kultur etnik, masalahnya berkaitan dengan tuntutan semangat zaman. Boleh jadi pertimbangannya atas dasar pentingnya bangsa Indonesia mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Atau, Alisjahbana sengaja menutup mata atas kebudayaan etnik. Itulah sumber masalah yang menimpa kebudayaan Indonesia. Masalah itu terus bergulir mengikuti perjalanan waktu. Kebudayaan Indonesia seolah-olah menjelma begitu saja secara serempak, tanpa keterlibatan –atau perlu melibatkan—kultur etnik.
Pertanyaannya: apa yang dimaksud dengan kebudayaan Indonesia? Apakah kebudayaan Indonesia yang baru itu, semua unsurnya diambil dari kebudayaan asing atau kebudayaan daerah yang menyerap pengaruh asing? Perdebatan dalam Polemik Kebudayaan juga tidak merumuskan konsep kebudayaan Indonesia. Yang ditekankan, bagaimana bangsa Indonesia menyikapi pengaruh asing dan menempatkan tradisi sebagai bagian dari masa lalu yang harus dibenamkan atau yang justru dijadikan sebagai sumber inspirasi.
Ketidakjelasan rumusan itu pula yang dihadapi para penyusun Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 32 UUD 1945, dinyatakan: “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.” Lalu apa yang dimaksud dengan kebudayaan nasional Indonesia? Dalam penjelasan Pasal 32 itu, dinyatakan, “Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.”
Kembali, ketidakjelasan mendudukkan konsep kebudayaan nasional Indonesia, kebudayaan bangsa, dan (puncak-puncak) kebudayaan daerah, justru menimbulkan persoalan baru. Bukankah pernyataan puncak-puncak kebudayaan daerah sebagai kebudayaan bangsa, justru menafikan sebagian kebudayaan daerah sebagai bukan kebudayaan bangsa. Tentu saja mengidentifikasikan kebudayaan daerah sebagai kebudayaan nasional, tidak dapat dilakukan begitu saja mengingat keduanya punya wilayah dan peranan yang berbeda.
Kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional menempati kotaknya sendiri yang tidak gampang dapat dipertukarkan tempatnya. Lalu, bagaimana dengan para pekerja budaya yang tidak berada di wilayah kebudayaan daerah. Tentu saja mereka tidak mungkin dapat mencapai “puncak-puncak” kebudayaan daerah. Rumusan yang berbau hegemonik ini sepatutnya tak muncul jika ada kesadaran bahwa kebudayaan Indonesia tidak dapat lepas dari hubungan antara kebudayaan nasional (bangsa) dan kebudayaan daerah (etnik).
Penafikan kebudayaan daerah sebagai kebudayaan yang lahir dari rahim masyarakat etnik, juga muncul dalam semangat yang melandasi mereka yang tergabung dalam “Gelanggang Seniman Merdeka”. Sikap berkebudayaan yang dirumuskan dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang” menempatkan kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia, dan sama sekali tidak mempertimbangkan kebudayaan etnik yang sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keindonesiaan. Mungkinkah kebudayaan etnik diabaikan, jika mereka sendiri lahir dan dibesarkan dalam lingkaran kebudayaan etnik. Jadi, tidak dapat lain, usaha merumuskan kebudayaan Indonesia dan penjelasannya tentang itu, mesti berangkat dan bersumber dari kebudayaan daerah—kebudayaan etnik. Tanpa itu, kita akan terjebak pada perumusan yang mengawang-awang dan tidak membumi.
***
Pemaparan tadi menegaskan, betapa rumusan tentang kebudayaan Indonesia selama ini, telah gagal mengakomodasi keberadaan kebudayaan daerah –kebudayaan etnik. Jadi, titik tekan dalam mencermati persoalan kebudayaan Indonesia, mesti tidak lagi terpaku dan berkutat pada konsep yang abstrak, tetapi pada cara pandang dan pemahaman yang bersifat praksis.
Pemahaman kebudayaan etnik dalam bentuk pengetahuan hapalan tentang pakaian, jenis kesenian, dan nama suku bangsa sebagaimana banyak terdapat dalam buku pelajaran sekolah, tanpa penjelasan lebih lanjut tentang filsafat yang mendiaminya, semangat yang menjiwainya, dan ruh kebudayaan yang melatarbelakanginya, telah mereduksi kekayaan dan kekhasan kebudayaan etnik itu sendiri. Dengan begitu, sangat mungkin kita sekadar hapal nama, istilah, atau konsep tentang kebudayaan etnik tertentu, tetapi sama sekali tidak dapat memahami peristiwa besar kebudayaan yang berada di sebaliknya.
Perlu dipikirkan langkah-langkah praksis yang memungkinkan kita dapat mengenal, memahami, dan memberi apresiasi sewajarnya atas berbagai macam budaya etnik. Dengan kata lain, diperlukan sikap inklusif dan terbuka dalam menerima kebudayaan etnik lain sebagai bagian dari kekayaan keindonesiaan. Sikap apresiatif terhadap kultur etnik mana pun, akan membawa kita mengenal, memahami dan memberi penghargaan, bahwa kultur etnik yang tersebar di Nusantara ini merupakan bagian dari diri kita, milik kita sebagai warga Indonesia.
Dalam kerangka itu, pengajaran tentang multikulturalisme di semua jenjang pendidikan menjadi sangat penting. Ia dapat digunakan sebagai pintu masuk memahami keberagaman dan keberbedaan suku-suku bangsa di Indonesia, juga sebagai usaha mengangkat marwah keindonesiaan dan meneguhkan rasa kebangsaan. Bukankah multikulturalisme didasarkan pada keyakinan bahwa semua kelompok budaya secara sosial dapat diwujudkan, direpresentasikan, dan dapat hidup berdampingan. Selain itu, diyakini pula bahwa rasisme dapat direduksi oleh penetapan citra positif keanekaragaman etnik dan lewat pengetahuan kebudayaan-kebudayaan lain. Oleh karena itu, pengajaran multikulturalisme dapat dimanfaatkan untuk menanamkan sebuah filosofi liberal dari pluralisme budaya demokratis.
Pengetahuan kebudayaan lain juga penting dalam rangka pembukaan ruang interaksi antaretnis, antarsuku bangsa, antarbudaya, bahkan juga antar-agama. Dari sanalah pemahaman tentang keberagaman dan keberbedaan dapat ditempatkan dalam posisi setara. Ia dapat diapresiasi etnis mana pun atau umat beragama apa pun, tanpa merasa diri lebih tinggi atau lebih rendah derajatnya. Secara ideologis, multikulturalisme sangat mengagungkan perbedaan budaya; mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme sebagai corak kehidupan kemasyarakatan.
Pusat perhatian multikulturalisme adalah pada pemahaman dan kesadaran bahwa individu dan kelompok sosial sejatinya hidup dalam berbagai perbedaan ideologi, agama, suku bangsa, dan budaya. Melalui pemahaman dan kesadaran itu, setiap individu dalam kelompok sosial dan warga suku bangsa akan dapat menempatkan perbedaan dalam kerangka kesetaraan derajat, dan bukan dalam kategori kelompok mayoritas yang mendominasi kelompok minoritas. Di situlah semangat multikulturalisme dapat menumbuhkan toleransi, tenggang rasa, dan sikap saling menghargai perbedaan. Ia pada gilirannya akan menjadi dasar pengajaran demokrasi yang sejalan dengan kultur Indonesia lantaran ia lahir dari rahim budaya sendiri.
Saatnya kini Depdiknas atau institusi terkait mempertimbangkan gagasan ini!
sumber : http://www.sastra-indonesia.com/2009/11/membangun-bangsa-melalui-pendidikan-multikultural/
Di atas segenap kultur etnik itu lahirlah klaim kebudayaan Indonesia. Tentu saja peristiwanya tidak sekali jadi. Segalanya wujud melalui proses panjang dan rumit. Kedatangan bangsa asing adalah bagian penting dari perkembangannya itu. India dengan Hinduisme dan Buddhismenya, mula diterima begitu saja. Tetapi kemudian secara kreatif diolah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kultur Indonesia.
Kedatangan Islam juga diterima dengan mempertahankan corak dan semangat lokalitas (tempatan) yang khas. Jadilah Islam—Indonesia memperlihatkan homogenitas pada keimanan dan panduan yang sama, dan sekaligus kekayaan heterogenitasnya yang sarat dengan warna lokal ketika ia diterjemahkan ke dalam berbagai ritual. Islam yang mewarnai keindonesiaan itu menjadi begitu unik, khas, dan beragam.
Selepas itu, masuk pula Portugis, Cina, Jepang, Persia, dan bangsa-bangsa Barat sambil menawarkan Kristen—Katolik dengan segala cabang-rantingnya. Semua itu juga pada gilirannya ikut mewarnai keindonesiaan. Jadilah kebudayaan Indonesia wujud sebagai produk yang merepresentasikan proses terjadinya akulturasi dan sekaligus inkulturasi yang rumit. Kultur lokal dengan segala etnisitasnya terus dipelihara dan dijaga. Tetapi, saat bersamaan, inklusivitasnya telah membiarkan diri dimasuki berbagai pengaruh luar.
***
Sesungguhnya persoalan keindonesiaan ini sudah selesai ketika para pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 mendeklarasikan Sumpah Pemuda: “bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Sejak itu, bahasa Melayu –sebagai bahasa etnik masyarakat Semenanjung— diangkat menjadi bahasa persatuan dalam semangat politik mendirikan Indonesia.
Selepas peristiwa itu, berbagai puak dengan keanekaragaman kultur dan bahasanya, dipersatukan melalui klaim kesadaran adanya persamaan tanah air (wilayah), persamaan nasib bangsa yang terjajah, dan persamaan menggunakan alat komunikasi antar-etnik (bahasa). Klaim kesadaran keindonesiaan para pemuda itu dalam konteks kebangsaan yang lebih bersifat politis. Dalam lampiran hasil keputusan kongres itu, dinyatakan bahwa dasar persatuan Indonesia itu dilandasi kesamaan semangat “kemauan, sejarah, hukum adat, serta pendidikan dan kepanduan.” Pertanyaannya: di mana kultur etnik hendak ditempatkan, apakah yang dimaksud kemauan, sejarah, dan hukum adat, berada dalam konteks etnisitas, lalu mengapa persoalan kebudayaan (etnik) tidak dijadikan landasan semangat persatuan keindonesiaan?
***
Di situlah pernyataan “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” punya makna penting sebagai alat perekat. Jauh sebelum Sumpah Pemuda, bahasa Melayu telah menjadi lingua franca bagi penduduk di wilayah Nusantara. Jadi, de facto, bahasa Melayu sudah menjadi alat komunikasi antar-etnis, sekaligus juga sebagai sarana untuk saling mengenal keberagaman kultur etnik. Bukankah fungsi bahasa, di antaranya, untuk melakukan adaptasi dan integrasi sosial? Sejak Sumpah Pemuda dicetuskan, sejak itulah terbuka peluang untuk saling memahami berbagai kultur etnik dalam kerangka keindonesiaan.
Dalam perjalanannya, peluang untuk memahami berbagai kultur etnik melalui kesamaan bahasa itu, seperti diabaikan. Sutan Takdir Alisjahbana, misalnya, tiba-tiba saja menyodorkan konsep kebudayaan Indonesia dengan orientasi ke Barat. Ia tak menyinggung kebudayaan etnik dan terperangkap pemikiran dikotomis mengenai kebudayaan tradisional (Indonesia lama) dan modern (Indonesia baru). Dikatakannya, “Tiada sekali-kali termaksud untuk mencela segala yang lama, untuk menyuruh orang melemparkan segala yang tumbuh dalam berabad-abad di lingkungan tanah Indonesia ini. Dalam pusaka turun-temurun itupun pastilah masih banyak tersimpan yang baik-baik yang dapat dipakai untuk perumahan yang baru.… dalam zaman jarak menjadi dekat dan watas menjadi kabur oleh radio, surat kabar, buku, dan mesin terbang ini, Indonesia menjadi sebahagian daripada dunia yang luas… dalam pembangunan kebudayaan Indonesia yang baru, yang akan menjadi sebahagian daripada kebudayaan dunia, Indonesia Muda tiada mungkin menjadi penonton…” (Pujangga Baru, No. 12, Th. I, Juni 1934).
Beberapa artikel Alisjahbana yang lain dalam Polemik Kebudayaan, di satu pihak memberi penyadaran pentingnya orientasi bangsa Indonesia dalam membangun kebudayaan sendiri, di lain pihak memberi penekanan pada pengaruh asing (Barat) yang mesti disikapi dengan menyerap pengaruh itu dan menjadikan kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Oleh karena itu, menurutnya, kebudayaan tradisional mesti ditempatkan sebagai masa lalu. Secara eksplisit dikatakannya: masa lalu sudah mati semati-matinya!
Meski awalnya Alisjahbana menyatakan, bahwa “Dalam pusaka turun-temurun itupun pastilah masih banyak tersimpan yang baik-baik yang dapat dipakai untuk perumahan yang baru,” ia sama sekali tak menyinggung signifikansi kebudayaan daerah (etnik) sebagai bagian dari usaha membangun kebudayaan Indonesia. Bagi Alisjahbana, kebudayaan etnik pun sekadar kisah masa lalu. Bahwa pandangan itu menafikan keberadaan kultur etnik, masalahnya berkaitan dengan tuntutan semangat zaman. Boleh jadi pertimbangannya atas dasar pentingnya bangsa Indonesia mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Atau, Alisjahbana sengaja menutup mata atas kebudayaan etnik. Itulah sumber masalah yang menimpa kebudayaan Indonesia. Masalah itu terus bergulir mengikuti perjalanan waktu. Kebudayaan Indonesia seolah-olah menjelma begitu saja secara serempak, tanpa keterlibatan –atau perlu melibatkan—kultur etnik.
Pertanyaannya: apa yang dimaksud dengan kebudayaan Indonesia? Apakah kebudayaan Indonesia yang baru itu, semua unsurnya diambil dari kebudayaan asing atau kebudayaan daerah yang menyerap pengaruh asing? Perdebatan dalam Polemik Kebudayaan juga tidak merumuskan konsep kebudayaan Indonesia. Yang ditekankan, bagaimana bangsa Indonesia menyikapi pengaruh asing dan menempatkan tradisi sebagai bagian dari masa lalu yang harus dibenamkan atau yang justru dijadikan sebagai sumber inspirasi.
Ketidakjelasan rumusan itu pula yang dihadapi para penyusun Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 32 UUD 1945, dinyatakan: “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.” Lalu apa yang dimaksud dengan kebudayaan nasional Indonesia? Dalam penjelasan Pasal 32 itu, dinyatakan, “Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.”
Kembali, ketidakjelasan mendudukkan konsep kebudayaan nasional Indonesia, kebudayaan bangsa, dan (puncak-puncak) kebudayaan daerah, justru menimbulkan persoalan baru. Bukankah pernyataan puncak-puncak kebudayaan daerah sebagai kebudayaan bangsa, justru menafikan sebagian kebudayaan daerah sebagai bukan kebudayaan bangsa. Tentu saja mengidentifikasikan kebudayaan daerah sebagai kebudayaan nasional, tidak dapat dilakukan begitu saja mengingat keduanya punya wilayah dan peranan yang berbeda.
Kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional menempati kotaknya sendiri yang tidak gampang dapat dipertukarkan tempatnya. Lalu, bagaimana dengan para pekerja budaya yang tidak berada di wilayah kebudayaan daerah. Tentu saja mereka tidak mungkin dapat mencapai “puncak-puncak” kebudayaan daerah. Rumusan yang berbau hegemonik ini sepatutnya tak muncul jika ada kesadaran bahwa kebudayaan Indonesia tidak dapat lepas dari hubungan antara kebudayaan nasional (bangsa) dan kebudayaan daerah (etnik).
Penafikan kebudayaan daerah sebagai kebudayaan yang lahir dari rahim masyarakat etnik, juga muncul dalam semangat yang melandasi mereka yang tergabung dalam “Gelanggang Seniman Merdeka”. Sikap berkebudayaan yang dirumuskan dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang” menempatkan kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia, dan sama sekali tidak mempertimbangkan kebudayaan etnik yang sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keindonesiaan. Mungkinkah kebudayaan etnik diabaikan, jika mereka sendiri lahir dan dibesarkan dalam lingkaran kebudayaan etnik. Jadi, tidak dapat lain, usaha merumuskan kebudayaan Indonesia dan penjelasannya tentang itu, mesti berangkat dan bersumber dari kebudayaan daerah—kebudayaan etnik. Tanpa itu, kita akan terjebak pada perumusan yang mengawang-awang dan tidak membumi.
***
Pemaparan tadi menegaskan, betapa rumusan tentang kebudayaan Indonesia selama ini, telah gagal mengakomodasi keberadaan kebudayaan daerah –kebudayaan etnik. Jadi, titik tekan dalam mencermati persoalan kebudayaan Indonesia, mesti tidak lagi terpaku dan berkutat pada konsep yang abstrak, tetapi pada cara pandang dan pemahaman yang bersifat praksis.
Pemahaman kebudayaan etnik dalam bentuk pengetahuan hapalan tentang pakaian, jenis kesenian, dan nama suku bangsa sebagaimana banyak terdapat dalam buku pelajaran sekolah, tanpa penjelasan lebih lanjut tentang filsafat yang mendiaminya, semangat yang menjiwainya, dan ruh kebudayaan yang melatarbelakanginya, telah mereduksi kekayaan dan kekhasan kebudayaan etnik itu sendiri. Dengan begitu, sangat mungkin kita sekadar hapal nama, istilah, atau konsep tentang kebudayaan etnik tertentu, tetapi sama sekali tidak dapat memahami peristiwa besar kebudayaan yang berada di sebaliknya.
Perlu dipikirkan langkah-langkah praksis yang memungkinkan kita dapat mengenal, memahami, dan memberi apresiasi sewajarnya atas berbagai macam budaya etnik. Dengan kata lain, diperlukan sikap inklusif dan terbuka dalam menerima kebudayaan etnik lain sebagai bagian dari kekayaan keindonesiaan. Sikap apresiatif terhadap kultur etnik mana pun, akan membawa kita mengenal, memahami dan memberi penghargaan, bahwa kultur etnik yang tersebar di Nusantara ini merupakan bagian dari diri kita, milik kita sebagai warga Indonesia.
Dalam kerangka itu, pengajaran tentang multikulturalisme di semua jenjang pendidikan menjadi sangat penting. Ia dapat digunakan sebagai pintu masuk memahami keberagaman dan keberbedaan suku-suku bangsa di Indonesia, juga sebagai usaha mengangkat marwah keindonesiaan dan meneguhkan rasa kebangsaan. Bukankah multikulturalisme didasarkan pada keyakinan bahwa semua kelompok budaya secara sosial dapat diwujudkan, direpresentasikan, dan dapat hidup berdampingan. Selain itu, diyakini pula bahwa rasisme dapat direduksi oleh penetapan citra positif keanekaragaman etnik dan lewat pengetahuan kebudayaan-kebudayaan lain. Oleh karena itu, pengajaran multikulturalisme dapat dimanfaatkan untuk menanamkan sebuah filosofi liberal dari pluralisme budaya demokratis.
Pengetahuan kebudayaan lain juga penting dalam rangka pembukaan ruang interaksi antaretnis, antarsuku bangsa, antarbudaya, bahkan juga antar-agama. Dari sanalah pemahaman tentang keberagaman dan keberbedaan dapat ditempatkan dalam posisi setara. Ia dapat diapresiasi etnis mana pun atau umat beragama apa pun, tanpa merasa diri lebih tinggi atau lebih rendah derajatnya. Secara ideologis, multikulturalisme sangat mengagungkan perbedaan budaya; mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme sebagai corak kehidupan kemasyarakatan.
Pusat perhatian multikulturalisme adalah pada pemahaman dan kesadaran bahwa individu dan kelompok sosial sejatinya hidup dalam berbagai perbedaan ideologi, agama, suku bangsa, dan budaya. Melalui pemahaman dan kesadaran itu, setiap individu dalam kelompok sosial dan warga suku bangsa akan dapat menempatkan perbedaan dalam kerangka kesetaraan derajat, dan bukan dalam kategori kelompok mayoritas yang mendominasi kelompok minoritas. Di situlah semangat multikulturalisme dapat menumbuhkan toleransi, tenggang rasa, dan sikap saling menghargai perbedaan. Ia pada gilirannya akan menjadi dasar pengajaran demokrasi yang sejalan dengan kultur Indonesia lantaran ia lahir dari rahim budaya sendiri.
Saatnya kini Depdiknas atau institusi terkait mempertimbangkan gagasan ini!
sumber : http://www.sastra-indonesia.com/2009/11/membangun-bangsa-melalui-pendidikan-multikultural/
Memaknai Hari Sumpah Pemuda
Terlintas dalam benak dalam kepala ini, tebersit berbagai pertanyaan.. apa itu hari sumpah pemuda ? apa maknanya ? apa pesan moralnya ? Sejarahnya bagaimana, lalu hikmah apa yang dapat kita petik dan berbagai pertanyaan lainnya.
Kongres Pemuda II yang mencetuskan Sumpah Pemuda 28 Oktober
Dilihat dari sejarahnya Hari Sumpah Pemuda itu dimulai ketika sekelompok pemuda merasa perlunya sebuah perekat dan pemersatu agar bangsa kita lebih solid dalam menuju kemerdekaan pada waktu itu. Tetapi apa relevansinya dengan zaman sekarang ? Sumpah pemuda, bila kita ambil hikmahnya, itu mencerminkan sebuah tekad, komitmen dan cinta terhadap bangsa dan negara. Sehingga Bangsa ini menjadi lebih baik dan maju di segala sektor kehidupan.
lalu apa yang dapat kita lakukan untuk memaknai hari sumpah pemuda ini ?
Sangat simpel, cintai bangsa ini dengan segala hati Anda. Bila telah ada cinta, maka segala urusan pun menjadi mudah.
Mulailah dengan melihat fakta positif - potensi-potensi bangsa Indonesia yang luar biasa. Selama ini yang terkonotasi negatif, seharusnya tidak kita bicarakan secara berlebihan. Bagaimanapun juga kita memiliki segudang hal-hal yang positif. Bangsa Indonesia, bila kita lihat pancasila dan uud 1945, telah dibangun dari landasan dan pemikiran yang utuh yang mencakup segala aspek kehidupan dan mengutamakan kepentingan rakyat. Baik dari segi aspek moral, religi, perekonomian, pendidikan, hukum, kesejahteraan sosial dan lain-lain.
Jika Indonesia benar-benar menerapkan pancasila & uud 1945, maka seharusnya menerapkan sistem perekonomian yang didasari kesejahteraan bersama, yaitu koperasi. Menurut saya, ini adalah sistem perekonomian yang terbaik yang pernah saya ketahui. Karena koperasi didasarkan atas usaha untuk maju bersama, saling mendukung satu sama lain dan memberikan keuntungan seluas-luasnya kepada khalayak ramai daripada sistem ekonomi monopoli atau kapitalisme, yang memberikan keuntungan hanya pada segelintir orang. Pemikiran semacam ini telah ada pada bangsa kita. Walau belum dipraktekkan dengan baik, tapi kita patut berbangga karena teorinya telah ada dan Indonesia sebagai negara pertama yang mencetuskan ide ini.
Dari sistem pendidikan, Ki Hajar Dewantara telah menyadari pentingnya “budi pekerti” sebagai komponen utama dalam pendidikan. Pendidikan, Pengetahuan, Kecerdasan tanpa “budi pekerti” itu seperti bumerang yang bisa merusak tatanan kehidupan banyak orang. Dapat kita lihat penemuan bom nuklir yang tidak digunakan pada tempatnya, adalah salah satu hasil dari pengetahuan dan kecerdasan tanpa “budi pekerti”. Indonesia boleh berbangga karena telah memiliki pencetus yang sangat brilian dalam dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara dan “sistem budi pekerti” ini akan menginspirasi banyak negara untuk diikuti.
Dalam hal demokrasi dan kebebasan bertanggung jawab, Indonesia termasuk tidak buruk. Kebebasan beragama, Kebebasan berpendapat, salah satu contohnya telah dijamin oleh UUD 1945. Sedangkan di negara-negara lain, itu masih belum. Mungkin kalian tidak percaya, dan rasanya tidak perlu menyebutkan nama-nama negara tersebut. Hanya sekarang-sekarang ini saja, ada segelintir orang yang tidak bertanggung jawab merusak citra itu.
Dengan berbagai suku, ras dan agama, Indonesia dari peradaban dulu telah dapat hidup berdampingan secara damai. Dari kerajaan sriwijaya, majapahit, dsbnya, bahkan sebenarnya sampai sekarang masih demikian. Kerusuhan mei dan sebagainya hanyalah usaha politik segelintir orang yang tidak bertanggung jawab. Dan hal ini terjadi, karena rakyat Indonesia tidak berpaling ke dalam dirinya, tapi malah mengikuti “paham” yang materialistik, sehingga mudah dibodohi2.
Indonesia juga kaya akan berbagai khazanah budaya dan seni, dan hal ini telah mendapat perhatian dari banyak pihak. Bisa kita sebut dari jenis tari-tariannya yang sangat beragam, ukiran seninya, peninggalan candi-candinya, berbagai jenis makanan tradisional, berbagai jenis permainan tradisional dan masih banyak hal lainnya. Perpaduan yang kompleks ini jarang ada di negara lain.
Indonesia juga adalah salah satu dari segelintir negara yang pernah dalam masa kepemimpinan dengan atmosfir “spiritual” dan “cinta”. Bila kita telaah sejarah kerajaan bangsa kita, betapa bangsa kita telah mengutamakan aspek “spiritual”, “budi pekerti” dan “cinta” dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal inilah coba dituangkan oleh Bung Karno dan para pendiri negara dalam bentuk “Pancasila dan UUD 1945″ yang merupakan “INTISARI BUDAYA BANGSA INDONESIA”.
Bila kita mau lebih teliti dan menelaah “Pancasila” dan “UUD 1945″, Betapa bangsa kita ingin dibangun atas landasan “spiritual”, “budi pekerti”, “cinta” yang mengutamakan kepentingan bersama, seluas-luasnya dan kebahagiaan semua rakyatnya. Keren kan ?
Dan hati ini yakin masih banyak hal segudang lainnya, dari sumber kekayaan alamnya yang berlimpah, kesuburan tanahnya, kekayaan maritimnya, sifat-sifat tepo seliro dan gotong royong yang masih kental dalam sebagian besar rakyat Indonesia yang tinggal di pedesaan, bla.. bla.. bla.. bila kita mau gali dan telaah lagi tentang Indonesia.. akan bisa kita bawa ke permukaan dan kita akan bilang.. wow.. keren rupanya bangsaku ini, Indonesia.
sumber : http://clubbing.kapanlagi.com/showthread.php?t=22428
Kongres Pemuda II yang mencetuskan Sumpah Pemuda 28 Oktober
Dilihat dari sejarahnya Hari Sumpah Pemuda itu dimulai ketika sekelompok pemuda merasa perlunya sebuah perekat dan pemersatu agar bangsa kita lebih solid dalam menuju kemerdekaan pada waktu itu. Tetapi apa relevansinya dengan zaman sekarang ? Sumpah pemuda, bila kita ambil hikmahnya, itu mencerminkan sebuah tekad, komitmen dan cinta terhadap bangsa dan negara. Sehingga Bangsa ini menjadi lebih baik dan maju di segala sektor kehidupan.
lalu apa yang dapat kita lakukan untuk memaknai hari sumpah pemuda ini ?
Sangat simpel, cintai bangsa ini dengan segala hati Anda. Bila telah ada cinta, maka segala urusan pun menjadi mudah.
Mulailah dengan melihat fakta positif - potensi-potensi bangsa Indonesia yang luar biasa. Selama ini yang terkonotasi negatif, seharusnya tidak kita bicarakan secara berlebihan. Bagaimanapun juga kita memiliki segudang hal-hal yang positif. Bangsa Indonesia, bila kita lihat pancasila dan uud 1945, telah dibangun dari landasan dan pemikiran yang utuh yang mencakup segala aspek kehidupan dan mengutamakan kepentingan rakyat. Baik dari segi aspek moral, religi, perekonomian, pendidikan, hukum, kesejahteraan sosial dan lain-lain.
Jika Indonesia benar-benar menerapkan pancasila & uud 1945, maka seharusnya menerapkan sistem perekonomian yang didasari kesejahteraan bersama, yaitu koperasi. Menurut saya, ini adalah sistem perekonomian yang terbaik yang pernah saya ketahui. Karena koperasi didasarkan atas usaha untuk maju bersama, saling mendukung satu sama lain dan memberikan keuntungan seluas-luasnya kepada khalayak ramai daripada sistem ekonomi monopoli atau kapitalisme, yang memberikan keuntungan hanya pada segelintir orang. Pemikiran semacam ini telah ada pada bangsa kita. Walau belum dipraktekkan dengan baik, tapi kita patut berbangga karena teorinya telah ada dan Indonesia sebagai negara pertama yang mencetuskan ide ini.
Dari sistem pendidikan, Ki Hajar Dewantara telah menyadari pentingnya “budi pekerti” sebagai komponen utama dalam pendidikan. Pendidikan, Pengetahuan, Kecerdasan tanpa “budi pekerti” itu seperti bumerang yang bisa merusak tatanan kehidupan banyak orang. Dapat kita lihat penemuan bom nuklir yang tidak digunakan pada tempatnya, adalah salah satu hasil dari pengetahuan dan kecerdasan tanpa “budi pekerti”. Indonesia boleh berbangga karena telah memiliki pencetus yang sangat brilian dalam dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara dan “sistem budi pekerti” ini akan menginspirasi banyak negara untuk diikuti.
Dalam hal demokrasi dan kebebasan bertanggung jawab, Indonesia termasuk tidak buruk. Kebebasan beragama, Kebebasan berpendapat, salah satu contohnya telah dijamin oleh UUD 1945. Sedangkan di negara-negara lain, itu masih belum. Mungkin kalian tidak percaya, dan rasanya tidak perlu menyebutkan nama-nama negara tersebut. Hanya sekarang-sekarang ini saja, ada segelintir orang yang tidak bertanggung jawab merusak citra itu.
Dengan berbagai suku, ras dan agama, Indonesia dari peradaban dulu telah dapat hidup berdampingan secara damai. Dari kerajaan sriwijaya, majapahit, dsbnya, bahkan sebenarnya sampai sekarang masih demikian. Kerusuhan mei dan sebagainya hanyalah usaha politik segelintir orang yang tidak bertanggung jawab. Dan hal ini terjadi, karena rakyat Indonesia tidak berpaling ke dalam dirinya, tapi malah mengikuti “paham” yang materialistik, sehingga mudah dibodohi2.
Indonesia juga kaya akan berbagai khazanah budaya dan seni, dan hal ini telah mendapat perhatian dari banyak pihak. Bisa kita sebut dari jenis tari-tariannya yang sangat beragam, ukiran seninya, peninggalan candi-candinya, berbagai jenis makanan tradisional, berbagai jenis permainan tradisional dan masih banyak hal lainnya. Perpaduan yang kompleks ini jarang ada di negara lain.
Indonesia juga adalah salah satu dari segelintir negara yang pernah dalam masa kepemimpinan dengan atmosfir “spiritual” dan “cinta”. Bila kita telaah sejarah kerajaan bangsa kita, betapa bangsa kita telah mengutamakan aspek “spiritual”, “budi pekerti” dan “cinta” dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal inilah coba dituangkan oleh Bung Karno dan para pendiri negara dalam bentuk “Pancasila dan UUD 1945″ yang merupakan “INTISARI BUDAYA BANGSA INDONESIA”.
Bila kita mau lebih teliti dan menelaah “Pancasila” dan “UUD 1945″, Betapa bangsa kita ingin dibangun atas landasan “spiritual”, “budi pekerti”, “cinta” yang mengutamakan kepentingan bersama, seluas-luasnya dan kebahagiaan semua rakyatnya. Keren kan ?
Dan hati ini yakin masih banyak hal segudang lainnya, dari sumber kekayaan alamnya yang berlimpah, kesuburan tanahnya, kekayaan maritimnya, sifat-sifat tepo seliro dan gotong royong yang masih kental dalam sebagian besar rakyat Indonesia yang tinggal di pedesaan, bla.. bla.. bla.. bila kita mau gali dan telaah lagi tentang Indonesia.. akan bisa kita bawa ke permukaan dan kita akan bilang.. wow.. keren rupanya bangsaku ini, Indonesia.
sumber : http://clubbing.kapanlagi.com/showthread.php?t=22428
Sejarah Peringatan Sumpah Pemuda
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Sehingga menghasilkan Sumpah Pemuda.
Rapat Pertama, Gedung Katholieke Jongenlingen Bond
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.Rapat Kedua, Gedung Oost-Java Bioscoop
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Rapat Ketiga, Gedung Indonesisch Huis Kramat
Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia, berbunyi :
PERTAMA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,
MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE,
TANAH INDONESIA.
KEDOEA
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,
MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE,
BANGSA INDONESIA.
KETIGA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN,
BAHASA INDONESIA
Rapat Pertama, Gedung Katholieke Jongenlingen Bond
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.Rapat Kedua, Gedung Oost-Java Bioscoop
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Rapat Ketiga, Gedung Indonesisch Huis Kramat
Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia, berbunyi :
PERTAMA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,
MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE,
TANAH INDONESIA.
KEDOEA
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,
MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE,
BANGSA INDONESIA.
KETIGA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN,
BAHASA INDONESIA
sumber : http://www.akujagoan.com/2010/10/sejarah-sumpah-pemuda.html
Sejarah SMA Negeri 1 Bontang
SMA Negeri 1 Bontang didirikan oleh pemerintah daerah setempat Bontang pada tanggal 10 Nopember 1984 dengan lokasi di Jl. KH. Ahmad Dahlan No. 59 Kelurahan Bontang Baru Kecamatan Bontang Utara. Lokasi SMA Negeri 1 Bontang memang cukup strategis. Bertempat di jalan utama menuju Bontang Kuala yang merupakan pusat wisata Bahari di Kota Bontang sehingga memudahkan sarana transportasi bagi siapa saja yang ingin mengunjungi SMA N 1 Bontang. SMA Negeri 1 Bontang ditunjuk oleh Dirjen Dikmenum sebagai Sekolah Piloting untuk pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) bersama 40 sekolah diseluruh indonesia, dan sekarang ditunjuk lagi sebagai sekolah rintisan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) bersama 5 Sekolah di Kalimantan Timur. Ini merupakan suatu prestasi besar sekaligus amanah yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya guna mewujudkan visi dan misi SMA Negeri 1 Bontang serta tujuan Pemerintah Kota Bontang yaitu Bontang Cerdas 2010 serta tujuan bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa .
Jabatan Kepala Sekolah SMAN 1 diduduki pertama kali oleh Bapak Abdul Muis setelah 5 tahun menjabat kemudian digantikan oleh (Alm)Bapak Muhammad Nasir . setelah itu digantian oleh Bapak Anwar Sanusi. Selama masa jabatan,beliau pernah menerapkan prinsip di SMAN 1 Bontang yaitu The winner of year. Maksud dari prinsip tersebut ialah beliau ingin SMAN1 selalu meraih kemenangan dalam setiap perlombaan.setelah masa jabatan beliau habis,jabatan tersebut digantikan oleh (Alm)Ibu Kristanti. Namun jabatan tersebut tidak berlangsung lama dikarenakan (Alm)Ibu Kristanti telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Sebelum menjadi Kepala Sekolah SMAN1,(Alm)Ibu Kristanti pernah menjadi guru matematika di SMAN1 Bontang. Di mata murid-muridnya Beliau dipandang sebagai guru yang pandai dan ahli dalam mengajar matematika. Ketika (Alm)Ibu Kristanti dipanggil oleh Yang Maha Kuasa,jabatan Kepala Sekolah SMAN1 digantikan oleh Ibu Titi Wurdiyanti.
Sejak SMA Negeri 1 Bontang berdiri SMAN 1 banyak digemari oleh siswa-siswi dari luar kota Bontang yang umumnya berasal dari kabupaten-kabupaten dalam wilayah Kalimantan Timur sendiri seperti Kutai Kertnegara, Kutai Timur, Balikpapan, Samarinda bahkan ada pula yang berasal dari Pulau Jawa.
Dalam perkembangannya, SMAN 1 tleah banyak mencatat sejarah prestasi baik akademik maupun non akademik. Prestasi ini diraih oleh siswa SMAN1 sendiri. Banyaknya prestasi yang diraih menunjukkan bahwa dari dulu SMAN1 tlah mampu bersaing dengan sekolah lain di bontang baik swasta maupun negeri.Contohnya Pada ujian akhir nasional (UAN) tahap II tahun 2005 hingga tahun 2009, SMA Negeri 1 Bontang termasuk salah satu dari dua sekolah di kota bontang yang tidak menyertakan siswanya untuk ikut serta karena lulus 100 persen.
Dalam hal pengajaran,SMAN1 tidak hanya mengajarkan pengetahuan akademik saja kepada siswanya tatapi juga meembantu siswanya dalammenggali dan mengembangkan bakatnya contohnya dalam pelajaran di bidang seni dan ekskul. Dalam hal ini siswa dituntut untuk Aktif, produktif, inovativ, energiik,dan kreatif.
copyright © http://www.sman1-btg.sch.id
Langganan:
Postingan (Atom)